Zona Nyaman


Apa sih comfort zone itu? Sering diterjemahkan 'zona nyaman', comfort zone lumrah digunakan dalam dunia kerja.

Comfort Zone

Pada dasarnya frasa ini terdengar memiliki image positif. Siapa yang tak mau berada di zona nyaman sehingga pekerjaan dan karienya 'aman' dari gangguan pesaing rekan kerja atau bawahan yang bisa merongrong.

Namun comfort zone lebih banyak dimaknai sebagai hal negatif buat seorang karyawan. Saat berada di comfort zone, pekerja sudah tidak mau menerima tantangan dan inisiasi baru untuk akselarasi pekerjaan dan meningkatkan value dirinya sendiri.


Mereka yang berada di zona ini lebih sering menolak usulan inovasi seperti melakukan strategi yang dapat mendukung pencapain yang lebih baik. Mereka lebih sering menjauh dari pembahasan dan perencanaan yang akan merepotkan, mengharuskan tanggungjawab, dan hal yang menambah beban yang sudah ringan.

Lebih banyak menjawab "Saya tidak tahu." daripada harus repot-repot mengurusi hal di luar daily activitinya. Joblist yang dilakukan biasanya hanya repetisi pekerjaan yang ringan bahkan robot pun bisa melakukannya.

Ada lagi jawaban lain yang lebih gokil, "Itu bukan urusan saya!" Atau "Kalau hal bukan ke saya tapi ke orang itu!" Melempar tanggungjawab sudah jadi hal biasa saking enggannya terlibat dalam keletihan hal-hal baru.


Bisa kita buktikan, biasanya yang nyaman di zona ini adalah mereka yang merasa sudah cukup dengan bayaran gaji besar tapi pekerjaan kecil. Sering ikut meeting tapi minim pendapat, ide, bahkan mute sepanjang pertemuan online. Ketika hasil meeting dibawa untuk dieksplore dan dieskalasi, barulah sikap penolakan terlihat. Bahkan mereka biasa mengirimkan pion (teamnya sendiri) ikut meeting yang memerlukan keputusan level atasan.

Karyawan yang kena comfort biasanya tidak mau terjun ke lapangan untuk melihat permasalahan dan kendala yang terjadi bahkan di team sendiri. Keputusan sering dibuat berdasarkan ego tanpa memikirkan bagaimana bingungnya bawahan.

Lebih parahnya lagi, mereka yang di comfort zone justru aktif terlibat dalam kegiatan perusahaan yang non profitable. Banyak relasi palsu (Fake) yang bisa duduk ngopi bersama tapi tak pernah sepakat dalam pembicaraan serius pekerjaan.

Biasanya akan berkoar-koar seolah menunjukkan kemampuan dan kekuasaan serta kepedulian pada satu masalah. Anehnya, orang lain di sekitarnya selalu diam dan sama-sama menghindari pembicaraan bahkan pertemuan. Penyebabnya adalah sulitnya menerima perencanaan perubahan yang dapat mengganggu kenyamanan.

Comfort zone bisa saja tak disadari oleh seorang karyawan. Atasan akan membuat dirinya seolah-olah melakukan pekerjaan besar padahal hanya untuk idealisme kosong atasannya saja. Atasan bisa merekayasa kamu dan pekerjaanmu sampai tak sadar kamu dijebak masuk dalam comfort zone.

"Gue taro lu disini biar lu enjoy!" Kalimat sakti penghenti kreativitas dan daya pikir. Saat kamu ikuti, disitulah kamu terjebak di comfort zone.

Saat berada di comfort zone, kamu takkan senang jika ada anggota team yang tidak masuk kerja karena kamu harus handle semuanya. Ujungnya kamu jawab, "Orangnya lagi cuti, nanti saya konfirmasi lagi." Dia juga tak nyaman teamnya pindah divisi atau memutuskan resign dengan alasan yang sama, tidak mau bertanggungjawab.

Selamat menikmati comfort zone. Yang penting gaji besar pikiran gak buyar.



Post a Comment